Senin, 14 Januari 2013

PEMBINAAN WILAYAH DALAM RANGKA MENUJU INDONESIA BEBAS PASUNG DI KABUPATEN PACITAN


Kunjungan Kerja




Direktur Bina Upaya Kesehatan Jiwa Dr. Dyah Setyo Utami, SpKJ, MARS beserta rombongan berjumlah 8 orang dari Jakarta bersama dengan 4 orang Tim dari RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang datang ke Kabupaten Pacitan pada Jum’at (28/12/12). Kedatangan gabungan tim tersebut dalam rangka Kunjungan Kerja Pembinaan Wilayah, Menuju Indonesia Bebas Pasung di Kabupaten Pacitan.
Kedatangan rombongan disambut oleh Bupati Pacitan H.Indartarto. Pada pertemuan dengan Bupati Pacitan tersebut juga dihadiri Dokter Puskesmas, Camat, Pejabat lintas sektor, dan RSUD setempat. Dalam pertemuan tersebut dipaparkan juga “Penanganan Kasus Gangguan Jiwa Pasung di Kab Pacitan” oleh Kepala Dinas Kesehatan Dr. TH Hendra Purwaka, MPPM .
Dalam paparannya tersebut disampaikan , bahwa pelaksanaan pendataan penderita gangguan jiwa yang dipasung dimulai sejak Nopember 2011, hasilnya ditemukan 64 orang , beberapa bulan kemudian ditemukan lagi 6 orang ,sehingga total jumlah penderita yang dipasung 70 orang. Penderita gangguan jiwa ini tersebar di 12 wilayah kecamatan dan 24 wilayah puskesmas. Lama penderita gangguan jiwa yangdipasung rata-rata lebih dari enam tahun (75%), Usia mereka paling banyak antara 31 – 45 tahun (40,6%) dan 60 % berjenis kelamin laki-laki.Cara pemasungan yang dilakukan masyarakat kepada keluarganya dengan dikerangkeng, dibalok, dirantai, dan diisolasi.

Kegiatan penanganan penderita gangguan jiwa dipasung di Kab Pacitan , antara lain dimulai pembentukan TPKJM dengan SK Bupati, Sosialisasi penanganan penderita pasung tingkat kecamatan, menggelar Simposium penanganan pasung  pada HUT Kowal ke - 50, Gerakan pembebasan pasung pada momentum khusus, membuat inovasi pembinaan kepada mantan  penderita pasung pada kegiatan : ngopi bareng Camat,  Puskesmas serta warga, mengadakan workshop pasung bagi pengelola kesehatan jiwa di pantai Telengria , penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat, pengobatan penderita oleh Puskesmas, dan  merujuk penderita ke RS Jiwa.
Dalam perkembangannya, penanganan pasung di Pacitan dengan alokasi anggaran 125 juta sangatlah kurang. Sampai akhir tahun 2012 di Kab Pacitan, dari 70 orang yang dipasung sudah dibebaskan sebanyak 45 orang, dirujuk ke RSJ Jiwa (Solo, Menur dan Lawang) 22 orang, dengan inisiatif dari Bupati, Dinas Kesehatan, Kecamatan, Desa hingga sekarang tersisa 3 orang masih dalam upaya penanganan lebih lanjut.
Bupati Pacitan, H. Indartarto dalam sambutannya menyampaikan “penanganan pasung bermula dari diri pribadi, kalau tidak dimulai dari masing-masing individu dan masyarakat, siapa lagi yang akan peduli?” ujarnya.
Paparan terakhir disampaikan oleh Direktur Bina Kesehatan Jiwa Ditjen BUK Kemenkes RI, Dr. Dyah Setia Utami, SpKJ, MARS , bahwa Indonesia Bebas Pasung 2014 yang dideklarasikan oleh Menteri Kesehatan RI, almarhumah dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr.PH pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 10 Oktober 2010. Rasanya masih banyak kendala untuk mewujudkannya, lantaran masih banyak daerah yang belum melaporkan dan masih belum tertanganinya masalah pasung di berbagai wilayah di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut harus ada campur tangan antara masyarakat, pemerintah, swasta dan Pemda.  Maka menurut nya, kata yang cocok adalah menggunakan istilah “Indonesia Menuju Bebas Pasung “ .
Tujuan dari program Bebas pasung adalah untuk mencapai masyarakat Indonesia yang bebas dari tindakan pemasungan terhadap orang dengan gangguan jiwa, sehingga ada perlindungan HAM bagi ODMK, pelayanan keswa yang berkualitas di setiap tingkat layanan masyarakat, adanya skema pembiayaan yang memadai untuk semua bentuk upaya keswa di tingkat pusat dan daerah, kerjasama dan koordinasi lintas sektor di bidang keswa serta terselenggaranya monitoring dan evaluasi .
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa sudah menyiapkan langkah-langkah dan strategi , diantaranya penyiapan SDM, Sarana dan prasarana, Sosialisasi program bebas pasung kepada stakeholder, mengintegrasikan pembiayaan dalam sistem pembiayaan yang sudah ada, membangun komitmen dengan lintas program dan lintas sektor, pemetaan ulang kasus pasung, menyusun target dan indikator keberhasilan, meningkatkan jangkauan pelayanan, koordinasi kesinambungan dengan pemangku kepentingan dan mendistribusikan obat hibah jenis Haloperidol Dekanoat 60.000 ampul.
Dari evaluasi yang sudah dilakukan, baru 16 provinsi yang melapor program bebas pasung. Pasien pasung yang sudah diterapi diperkirakan baru 8,5 %. Untuk itu Dr. Dyah menyampaikan program Bebas Pasung di tahun 2013 , akan meningkatkan penyediakan obat menjadi 320.000 ampul yang digunakan tidak hanya untuk pasien pasung, tetapi bisa diberikan kepada pasien yang mengalami penelantaran, tidak mampu, pasien yang cenderung akan mengalami gangguan jiwa, pasien yang ada di rehabilitasi sosial, di pesantren-pesantren psikotik dll.  .
Beliau berpesan kepada pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan untuk memasukkan setiap orang yang mengalami gangguan jiwa ke BPJS , karena penyakit gangguan jiwa cenderung memiskinkan warga. Diharapkan di setiap daerah menyediakan 10 TT di RSUD untuk perawatan gangguan jiwa, minimal pelayanan rawat selama dua minggu.

Di akhir kunjungan kerja rombongan Direktur Bina Kesehatan Jiwa , RSJ Dr. Radjiman Wediodingrat Lawang, Kepala Dinas kesehatan beserta jajarannya, mengunjungi rumah salah satu pasien yang sudah dilepas pasungnya. Pada kesempatan ini Dr. Dyah berkenan memberikan suntikan yang kebetulan memang sudah waktunya diberikan. Pasien inipun pasca dipasung juga diberikan ketrampilan membuat stick singkong, selanjutnya dikirim ke penjual, dengan dibimbing ibunya dan saudara perempuannya. 
Tahun 2013 oleh USA disebut sebagai Tahun Kesehatan Jiwa, yang menjadi harapan kita semua agar Program Indonesia Menuju Bebas Pasung dapat dicapai dengan upaya kita bersama, demi membebaskan saudara-saudara kita yang tidak beruntung. Salam Sehat Jiwa !!!
 

Senin, 07 Januari 2013

Museum Kesehatan Jiwa RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang, Wahana Praktek Pendidikan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM.


  (Minggu,6/01/13) Mungkin banyak yang tidak mengetahui tentang keberadaan Museum Kesehatan Jiwa yang berada di RSJ Dr.Radjiman Wediodiningra Lawang (RSJRW). Museum yang beralamatkan di Jl. Ahmad Yani Lawang ini merupakan Museum Kesehatan Jiwa pertama dan satu-satunya di Indonesia. Hal inilah yang mendasari Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah malang (UMM) angkatan 2009 mengadakan pameran galeri kesenian disana. Selain sebagai informasi publik akan keberadaan museum tersebut, juga untuk melaksanakan tugas mata kuliah Praktek Public Relation.

Hari itu, sekitar 50 orang pengunjung pameran yang terdiri dari mahasiswa, masyarakat umum, dan pers juga diajak untuk melakukan hospital tour. Tak sedikit yang berdecak kagum melihat karya-karya para rehabilitan, “saya hampir tidak percaya lukisan ini dibuat oleh orang gila, yang saya bayangkan Rumah Sakit Jiwa itu kotor, ada banyak pasien dirantai dan diborgol, ternyata setelah masuk dan melihat sendiri sangat jauh dari bayangan saya, Rumah sakit Jiwa ternyata bersih dan tertata”ujar Jamroji, salah satu pengunjung di pameran kemarin.
Tidak dapat dipungkiri bahwa citra yang melekat pada Rumah Sakit Jiwa cenderung negatif, banyak orang berfikir bahwa Rumah Sakit Jiwa adalah tempat yang menyeramkan, kotor, bahkan kumuh. “Oleh karena itu, kami tidak pernah berhenti berupaya untuk mengubah citra masyarakat tentang Rumah Sakit Jiwa Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang, salah satunya dengan kegiatan seperti ini” ujar Heri Juwanto selaku Humas RSJRW.
Bertema “KAMI BEDA, KAMI BISA”, kegiatan Visual Arts Exhibition of Skizofrenic ini memamerkan karya lukis penderita skizofrenia di RSJ Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang, mayoritas lukisan yang dipamerkan dilukis oleh penderita yang sudah pulang. Tidak hanya lukisan, ada beberapa karya yang lain seperti gantungan kunci, tatakan gelas, tas laptop, tas hp dari bahan rajutan dan masih banyak lagi. Ini merupakan salah satu metode terapi yang dipakai RSJRW, sebenarnya rehabilitan melewati 14 hari masa rehabilitasi, dimana dalam rentang waktu tersebut digunakan untuk mengetahui kecenderungan bakat minat rehabilitan, yang selanjutnya diarahkan di bidang yang paling diminati.
Keterampilan yang didapat selama menjalani proses rehabilitasi diharapkan dapat digunakan sebagai bekal rehabilitan saat sudah dinyatakan sembuh dan kembali ke masyarakat, agar mempunyai kemampuan untuk mengembangkan bakatnya bahkan dapat menghidupi dirinya sendiri lewat karya yang mereka buat.