RSJ Dr Radjiman
Wediodiningrat Lawang menyelenggarakan kegiatan “Lokakarya Peningkatan Program Promosi
Pelayanan Psikogeriatri RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang Pasca Pengukuhan
Dr Radjiman Wediodiningrat Sebagai Pahlawan Nasional” pada Selasa (19 November 2013) pukul 09.00
WIB di Ruang Semeru RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Kegiatan ini
merupakan bentuk penghargaan dan lokakarya peningkatan program promosi RSJ Dr
Radjiman Wediodiningrat Lawang Pasca
Pengukuhan Dr Radjiman Wediodiningrat sebagai Pahlawan Nasional. Penganugerahan gelar
itu sesuai dengan Keppres Nomor 68/TK/Tahun 2013 Tanggal 6 November 2013. Para
tokoh tersebut dianugerahi gelar pahlawan atas jasa-jasa mereka semasa hidup
untuk mempertahankan, mencapai, merebut, dan mengisi kemerdekaan.
Prof. Dr. dr. Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K) |
Hadir dalam
kegiatan ini, Direksi RSJRW, Pejabat Struktural & Fungsional RSJRW, Undangan
yang terdiri dari Prof. Dr. dr. Retno
Widowati Soebaryo,SpKK (K) (Cucu Dr Radjiman Wediodiningrat), serta Dr. Danang yang merupakan cicit
dari Dr Radjiman Wediodiningrat, Danramil, Kapolsek Lawang, Ketua Dharma Wanita
Lawang, serta Kelompok Lansia Daerah Lawang dan Singosari serta para undangan
lainnya.
Kegiatan ini
dibuka dengan Sambutan-sambutan dari Dr.Bambang Eko Sunaryanto,SpKJ, MARS
selaku Direktur Utama RSJRW yang memaparkan Profil dan Layanan Unggulan RSJRW
(Psikogeriatri), yang dilanjutkan dengan Sambutan Prof.Dr.dr Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K) mengenai gambaran singkat kenangan Dr Radjiman
Wediodiningrat sebagai seorang tokoh yang berjuang sebagai dokter yang juga
seorang pejuang. Kemudian ditutup dengan sambutan dari Perwakilan Kelompok
Lansia mengenai sharing ketokohan.
Pemberian Cinderamata |
Menutup rangkaian kegiatan hari itu, juga
disampaikan cindera mata yang berupa cerita kenangan Dr Radjiman Wediodiningrat
yang tertuang dalam sebuah buku yang ditulis oleh Soebaryo Mangunwidodo. Lalu
dilanjutkan dengan ramah tamah.
Dalam
bukunya, ternyata tertulis beliau bukanlah keturunan Jawa murni, karena ayahnya
berdarah Gorontalo dan Bugis, dan mungkin tak akan ada lagi tokoh yang bukan
seorang Presiden diberi kesempatan menyampaikan pidato sambutan pada HUT
Kemerdekaan RI, seperti kehormatan yang diberikan kepada beliau pada tanggal 17
Agustus 1950. Dr. K.R.T. adalah seorang tokoh besar di balik kemerdekaan
Indonesia, berbagai jabatan pernah disandangnya, semuanya ada dalam buku
biografi ini.
Cucu
almarhum KRT Radjiman Wedyodiningrat, Retno Widowati Subaryo, berterima kasih
kepada negara atas penganugerahan gelar tersebut. Beliau juga merasa sangat
bangga, karna RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang sudah berkembang pesat dan
terintegrasi, bahkan layanan unggulan yang sudah mencapai taraf internasional.
Berikut
sekilas kenangan tentang Dr.Radjiman Wediodiningrat dalam kenangan seorang
Retno Widowati Subaryo;
Radjiman
adalah dokter dan tokoh pergerakan Indonesia yang berperan penting pada masa
awal kelahiran Republik Indonesia. Pada akhir Mei 1945, dengan terbentuknya
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atas inisiatif Jepang, ia
menjadi ketuanya. Lahir di Yogyakarta tanggal 21 April 1876, putera Ki Sutodrono,
ibunya seorang keturunan Gorontalo.
Setamat ELS
tahun 1893 Radjiman melanjutkan pendidikan dalam bidang kedokteran sampai
mencapai gelar “dokter Jawa” (1898). Setelah itu, ia mengabdi sebagai dokter di
Banyumas Purworejo, dan Semarang. Belum puas dengan gelar dokter Jawa, ia
melanjutkan ke STOVIA di Jakarta sampai meraih gelar Indisch Art (dokter
pribumi) tahun 1904. Setelah bekerja di Lawang, Jawa Timur, pada tahun 1906 ia
melanjutkan ke Sekolah Dokter Tinggi, Amsterdam, sampai meraih gelar Arts (dokter)
tahun 1910. Dengan keberhasilan ini, ia mencapai kedudukan yang sejajar dengan
para dokter bangsa Belanda.
Radjiman
termasuk salah seorang tokoh pergerakan yang utama dan anggota Boedi
Oetomo sejak berdirinya organisasi itu (1908) dan tetap menjadi anggotanya
setelah berubah menjadi Partai Indonesia Raya (akhir 1935). Pada tahun 1918 ia
menjadi salah seorang anggota pertama Volksraad (Dewan Rakyat) bentukan
pemerintah Hindia Belanda dan duduk selama beberapa periode hingga tahun 1931.
Pada masa kemunculan berbagai studie club pada tahun 1925-an, sebagai anggota
salah satu perkumpulan itu, ia memimpin penerbitan majalah tengah bulanan
Timbul (1926-1930). Di majalah ini ia banyak menulis, terutama mengenai
kesenian Jawa dan Kawruh Jawa.
Pada zaman
pendudukan Jepang ia duduk sebagai anggota Syu Sangi-Kai (Dewan Pertimbangan
Daerah) Madiun dan kemudian ditarik ke pusat menjadi anggota Chua Sangi-Kai
(Dewan Pertimbangan Pusat) dengan sebutan Gi-in atau anggota (1943). Setelah
Poetera (Poesat Tenaga Rakjat) terbentuk, ia pun duduk dalam Majelis
Pertimbangan.
Situasi di
tanah air berkembang cepat. Setelah terdesak dalam medan pertempuran di
pasifik, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKl) di Jawa pada akhir Mei 1945 dan menunjuk Dr.Radjiman sebagai
ketuanya. Beberapa waktu kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritsu Zyunbi
Inkai dengan Ketua Ir.Soekarno dan wakil Drs.Mohammad Hatta,
sedangkan Dr.Radjiman duduk sebagai salah seorang anggota.
Pada awal
kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan
kemudian anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Dalam
perkembangannya, seluruh badan perwakilan, baik yang didirikan RI maupun
Belanda digabung dalam DPR-RI. Sebagai anggota tertua, mendapat kehormatan
memimpin rapat pertama lembaga itu.
Pada tahun
1950-1952 menjadi anggota DPR di Jakarta. Walaupun telah berusia lanjut,
pikirannya masih jernih sehingga diangkat sebagai Sesepuh.
Akhirnya pada tanggal 20 September 1952 Radjiman wafat di Walikukum, Ngawi Jawa
Timur. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman Yogyakarta, berdekatan
dengan makam Dr.Wahidin Sudiro Husodo yang telah membesarkannya.
Pada kesempatan yang sama, Prof.Dr.dr.Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K). menyatakan, Retno sebagai cucu , ia hanya tahu “saya punya
kakek, tinggal di Dirgo, Walikukun, Madiun.” :Saya punya nenek lebih dari
satu,” ungkapnya.
“Waktu saya
kelas enam sekolah dasar, kakek saya wafat. Itu terjadi tahun 1952. Kala itu
saya masih ingat ketika ibu saya memperoleh berita bahwa kesadaran kakek saya
sudah menurun.Presiden Soekarno datang dengan beberapa menteri dan ajudan
beliau. Saya terperangah, kakek saya dihormati,” ungkap Retno.
Retno
menambahkan, sepanjang jalan dari kediaman di Walikukun sampai di Solo,
kemudian melewati Rumah Sakit Kadipolo, rumah sakit yang didirikan kakek saya
(sekarang di depannya bernama Jalan dr.Radjiman) sampai ke Yogya di
Mlati, makam dr.Wahidin Soedirohoesodo, banyak sekali masyarakat menyampaikan
bela sungkawa dan memberikan penghormatan di sepanjang jalan yang dilalui kereta
jenazah. (srs)
Sumber :
- Prof,Dr.dr.Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K). 2013. “Lokakarya Peningkatan Program Promosi Pelayanan Psikogeriatri RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang Pasca Pengukuhan Dr Radjiman Wediodiningrat Sebagai Pahlawan Nasional”. Malang
- http://indoherald.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar