Jumat, 29 November 2013

Lokakarya Peningkatan Program Promosi Pelayanan Psikogeriatri RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang Pasca Pengukuhan Dr Radjiman Wediodiningrat Sebagai Pahlawan Nasional


RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang menyelenggarakan kegiatan Lokakarya Peningkatan Program Promosi Pelayanan Psikogeriatri RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang Pasca Pengukuhan Dr Radjiman Wediodiningrat Sebagai Pahlawan Nasionalpada Selasa (19 November 2013) pukul 09.00 WIB di Ruang Semeru RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang. 

Kegiatan ini merupakan bentuk penghargaan dan lokakarya peningkatan program promosi RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang  Pasca Pengukuhan Dr Radjiman Wediodiningrat sebagai Pahlawan Nasional. Penganugerahan gelar itu sesuai dengan Keppres Nomor 68/TK/Tahun 2013 Tanggal 6 November 2013. Para tokoh tersebut dianugerahi gelar pahlawan atas jasa-jasa mereka semasa hidup untuk mempertahankan, mencapai, merebut, dan mengisi kemerdekaan.
Prof. Dr. dr. Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K)
Hadir dalam kegiatan ini, Direksi RSJRW, Pejabat Struktural & Fungsional RSJRW, Undangan yang terdiri dari Prof. Dr. dr. Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K) (Cucu Dr Radjiman Wediodiningrat), serta Dr. Danang yang merupakan cicit dari Dr Radjiman Wediodiningrat, Danramil, Kapolsek Lawang, Ketua Dharma Wanita Lawang, serta Kelompok Lansia Daerah Lawang dan Singosari serta para undangan lainnya.
Kegiatan ini dibuka dengan Sambutan-sambutan dari Dr.Bambang Eko Sunaryanto,SpKJ, MARS selaku Direktur Utama RSJRW yang memaparkan Profil dan Layanan Unggulan RSJRW (Psikogeriatri), yang dilanjutkan dengan Sambutan Prof.Dr.dr Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K)  mengenai gambaran singkat kenangan Dr Radjiman Wediodiningrat sebagai seorang tokoh yang berjuang sebagai dokter yang juga seorang pejuang. Kemudian ditutup dengan sambutan dari Perwakilan Kelompok Lansia mengenai sharing ketokohan.
Pemberian Cinderamata
Menutup rangkaian kegiatan hari itu, juga disampaikan cindera mata yang berupa cerita kenangan Dr Radjiman Wediodiningrat yang tertuang dalam sebuah buku yang ditulis oleh Soebaryo Mangunwidodo. Lalu dilanjutkan dengan ramah tamah.
Dalam bukunya, ternyata tertulis beliau bukanlah keturunan Jawa murni, karena ayahnya berdarah Gorontalo dan Bugis, dan mungkin tak akan ada lagi tokoh yang bukan seorang Presiden diberi kesempatan menyampaikan pidato sambutan pada HUT Kemerdekaan RI, seperti kehormatan yang diberikan kepada beliau pada tanggal 17 Agustus 1950. Dr. K.R.T. adalah seorang tokoh besar di balik kemerdekaan Indonesia, berbagai jabatan pernah disandangnya, semuanya ada dalam buku biografi ini.
Cucu almarhum KRT Radjiman Wedyodiningrat, Retno Widowati Subaryo, berterima kasih kepada negara atas penganugerahan gelar tersebut. Beliau juga merasa sangat bangga, karna RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang sudah berkembang pesat dan terintegrasi, bahkan layanan unggulan yang sudah mencapai taraf internasional.
Berikut sekilas kenangan tentang Dr.Radjiman Wediodiningrat dalam kenangan seorang Retno Widowati Subaryo;
Radjiman adalah dokter dan tokoh pergerakan Indonesia yang berperan penting pada masa awal kelahiran Republik Indonesia. Pada akhir Mei 1945, dengan terbentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atas inisiatif Jepang, ia menjadi ketuanya. Lahir di Yogyakarta tanggal 21 April 1876, putera Ki Sutodrono, ibunya seorang keturunan Gorontalo.
Setamat ELS tahun 1893 Radjiman melanjutkan pendidikan dalam bidang kedokteran sampai mencapai gelar “dokter Jawa” (1898). Setelah itu, ia mengabdi sebagai dokter di Banyumas Purworejo, dan Semarang. Belum puas dengan gelar dokter Jawa, ia melanjutkan ke STOVIA di Jakarta sampai meraih gelar Indisch Art (dokter pribumi) tahun 1904. Setelah bekerja di Lawang, Jawa Timur, pada tahun 1906 ia melanjutkan ke Sekolah Dokter Tinggi, Amsterdam, sampai meraih gelar Arts (dokter) tahun 1910. Dengan keberhasilan ini, ia mencapai kedudukan yang sejajar dengan para dokter bangsa Belanda.
Radjiman  termasuk salah seorang tokoh pergerakan yang utama dan anggota Boedi Oetomo sejak berdirinya organisasi itu (1908) dan tetap menjadi anggotanya setelah berubah menjadi Partai Indonesia Raya (akhir 1935). Pada tahun 1918 ia menjadi salah seorang anggota pertama Volksraad (Dewan Rakyat) bentukan pemerintah Hindia Belanda dan duduk selama beberapa periode hingga tahun 1931. Pada masa kemunculan berbagai studie club pada tahun 1925-an, sebagai anggota salah satu perkumpulan itu, ia memimpin penerbitan majalah tengah bulanan Timbul (1926-1930). Di majalah ini ia banyak menulis, terutama mengenai kesenian Jawa dan Kawruh Jawa.
Pada zaman pendudukan Jepang ia duduk sebagai anggota Syu Sangi-Kai (Dewan Pertimbangan Daerah) Madiun dan kemudian ditarik ke pusat menjadi anggota Chua Sangi-Kai (Dewan Pertimbangan Pusat) dengan sebutan Gi-in atau anggota (1943). Setelah Poetera (Poesat Tenaga Rakjat) terbentuk, ia pun duduk dalam Majelis Pertimbangan.
Situasi di tanah air berkembang cepat. Setelah terdesak dalam medan pertempuran di pasifik, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKl) di Jawa pada akhir Mei 1945 dan menunjuk Dr.Radjiman sebagai ketuanya. Beberapa waktu kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritsu Zyunbi Inkai dengan Ketua Ir.Soekarno dan wakil Drs.Mohammad Hatta, sedangkan Dr.Radjiman duduk sebagai salah seorang anggota.
Pada awal kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan kemudian anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, seluruh badan perwakilan, baik yang didirikan RI maupun Belanda digabung dalam DPR-RI. Sebagai anggota tertua, mendapat kehormatan memimpin rapat pertama lembaga itu.
Pada tahun 1950-1952 menjadi anggota DPR di Jakarta. Walaupun telah berusia lanjut, pikirannya masih jernih sehingga diangkat sebagai Sesepuh. Akhirnya pada tanggal 20 September 1952 Radjiman wafat di Walikukum, Ngawi Jawa Timur. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman Yogyakarta, berdekatan dengan makam Dr.Wahidin Sudiro Husodo yang telah membesarkannya.
Pada kesempatan yang sama, Prof.Dr.dr.Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K). menyatakan, Retno sebagai cucu , ia hanya tahu “saya punya kakek, tinggal di Dirgo, Walikukun, Madiun.” :Saya punya nenek lebih dari satu,” ungkapnya.
“Waktu saya kelas enam sekolah dasar, kakek saya wafat. Itu terjadi tahun 1952. Kala itu saya masih ingat ketika ibu saya memperoleh berita bahwa kesadaran kakek saya sudah menurun.Presiden Soekarno datang dengan beberapa menteri dan ajudan beliau. Saya terperangah, kakek saya dihormati,” ungkap Retno.
Retno menambahkan, sepanjang jalan dari kediaman di Walikukun sampai di Solo, kemudian melewati Rumah Sakit Kadipolo, rumah sakit yang didirikan kakek saya (sekarang di depannya  bernama Jalan dr.Radjiman) sampai ke Yogya di Mlati, makam dr.Wahidin Soedirohoesodo, banyak sekali masyarakat menyampaikan bela sungkawa dan memberikan penghormatan di sepanjang jalan yang dilalui kereta jenazah. (srs)
Sumber :
  • Prof,Dr.dr.Retno Widowati Soebaryo,SpKK (K). 2013. “Lokakarya Peningkatan Program Promosi Pelayanan Psikogeriatri RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang Pasca Pengukuhan Dr Radjiman Wediodiningrat Sebagai Pahlawan Nasional”. Malang
  • http://indoherald.com