Rabu, 25 April 2012

Seminar Keperawatan, HEALTHCARE PROFESSIONALS



HEALTHCARE PROFESSIONALS
Potency & Business Prospective

Lawang,
           
            24 April 2012, digelar Seminar dengan tema “Healthcare Professionals, Potency and Business Prospective” bagi Staff Keperawatan di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Seminar tersebut diadakan di Ruang Arjuno RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, dihadiri kurang lebih 104 peserta diantaranya seluruh Kepala Ruang dan staff, Mahasiswa Praktek dari Poltekes Lawang, ITSME serta Ketua PPNI dan staff. Dan sebagai pembicara utama adalah Syaifoel Hardy, MN, Post Grad. Dipl. HHM. Occupatoinal Health Chief Nurse, Qatar Petroleum, Trainer, Writer, Motivator, Guest Lecturer, CEO Indonesian Nursing Trainers.
            Acara dibuka oleh Zainal Mutaqin, S.Kep,MM selaku Kepala Bidang Keperawatan, disambut oleh Ketua PPNI, Kawit Andaryaniwati, SST ,  setelah itu disampaikan materi seminar oleh Syaifoel Hardy, MN, Post Grad. Dipl. HHM.

dari kiri : Kawit Andaryaniwati, SST, Zainal Mutaqin, S.Kep,MMSyaifoel Hardy, MN, Post Grad. Dipl. HHM.



Berikut materi seminar “Healthcare Professionals, Potency and Business Prospective” yang diselenggarakan oleh PPNI RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang ;

A.     Latar Belakang

Minat keperawatan dalam empat tahun terakhir di Qatar atau Kuwait yang ingin meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi sangat terasa. Trend yang sama juga terjadi pula di Kuwait. Bedanya, Indonesian Nurses Association in Kuwait ( INNA-K ) mengadakan kerjasama dengan Universitas Padjajaran ( UNPAD ) Bandung, untuk program S1, D1 Qatar, mereka bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Semarang ( UNIMUS ).
Kita semua setuju dengan pendapat bahwa Perawat Indonesia yang tinggal dan bekerja di luar negeri adalah perawat pilihan. Setidaknya dari proses rekrutmen pertama, yaitu tes tulis dan wawancara dalam bahasa Inggris, belum lagi penyaringan berdasarkan spesialisasi. Orang-orang yang “tersaring” bias dikatakan mereka memiliki kualitas yang berbeda. Beberapa aspek tersebut antara lain bahasa, kemampuan adaptasi di tengah masyarakat multi cultural, ketahanan psiko social, serta penguasaan terhadap penggunaan alat-alat tertentu sesuai dengan keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Dua puluh tahun silam, lapangan kerja masih lapang. Healthcare Professionals merasa begitu mudah mendapatkan pekerjaan. Dengan ijazah setingkat SLTA saja waktu itu, banyak yang mendapat pekerjaan di sector pemerintahan, dengan pangkat golongan II/A.
Kini jaman sudah berubah. Kemampuan pemerintah mengangkat lulusan pendidikan tenaga kesehatan nyaris 0%. Lantas bagaimana dengan lulusan Healthcare professionals yang jumlahnya puluhan ribu tenaga perawat yang menyebar di tanah air dan dipastikan akan meningkat setiap tahunnya? Seberapa jauh mereka dipersiapkan dalam menghadapi era kompetisi yang tinggi? Bagaimana jiak tidak memperoleh lapangan pekerjaan di Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit atau Balai Kesehatan lainnya?
Seminar ini bermaksud menganalisa potensi mereka yang mengenyam pendidikan dalam ruang lingkup sektor pendidikan serta kemungkinan pengembangannya, tidak terkecuali dari segi bisnis.

B.     General

UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, pasal 4 ayat 1 : Pendidikan Nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan  masyarakat dan tanah air. Selanjutnya dalam UU yang sama pada Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, pasal 15 berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan dan khusus (http://www.inherent-dikti.net).
Hal tersebut berarti bahwa keperawatan / bidan sebagai bagian dari pendidikan profesi, berilmu, berbudi mulia, berakhlak, bertanggung jawab, berketuhanan, sudah semestinya mendapatkan perlakuan serupa dengan profesi-profesi lain dalam perolehan pendidikan ini.
Kenyataannya tidak demikian di Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan baru muncul pada tahun 1985 di Universitas Indonesia (www.fk.ui.edu). Itupun mendompleng statusnya pada fakultas lain. Jika dibandingkan dengan fakultas kedokteran, farmasi, gizi, kesehatan masyarakat, tekhnik, pertanian, pendidikan dll, keperawatan boleh dikatakan ketinggalan dan “ditinggalkan”. Jangankan untuk jenjang pendidikan S2 yang baru muncul awal tahun 1999 (www.fk.ui.edu). Padahal program kesehatan non keperawatan lainnya sudah maju pesat. S1 bagi keperawatan masih langka dan mewah.
Mutu pendidikan kita menurut Human Development Report (UNDP,2011) berada di urutan 124 dari 187 negara. Jauh dibawah Singapore (26), Filipina (112), Thailand (103), Malaysia (61), Brunei (33).


C.      Minimum Competency

Ada tiga hal penting yang layaknya dimiliki oleh Indonesian Healthcare Professionals. Tiga aspek tersebut mencakup aspek transcultural aspek, aspek training, serta multilanguage skills.

D.     Identifikasi Masalah
D1. Tekhnologi Informasi
            Kita ketahui bersama bahwa saat ini era informasi, dimana ketersediaan sarana pembelajaran yang mengarah pada penyelenggaraan pendidikan berbasis teknologi komunikasi dan informasi ( Information and Communications Tekhnology / ICT )sangat vital peranannya. Media internet, menjadi satu-satunya sumber perkembangan ilmu pengetahuan  dan terapan yang paling efektif.  ICT bias menjadi syarat utama dalam mewujudkan pencapaian tujuan pembelajaran.
            Di Indonesia, dari sekin ribu perguruan tinggi yang ada, hanya terdapat 123 universitas yang memiliki fasilitas url ( Uniform Resource Locators ). Kepemilikan URL sangat penting sebagai salah satu sarana kelangsungan belajar mengajar. Terutama online learning. Tanpa URL, calon mahasiswa tidak akan mengetahui portal perguruan tinggi tempat mereka akan belajar nanti. URL bisa memberikan informasi tentang berbagai hal utama yang dikendaki calon mahasiswa, mulai dari alamat, status perguruan tinggi, fasilitas yang dimiliki, jurusan, contact persons, hingga mata kuliah yang akan dipelajari.

D2. Spesialisasi
            Spesialisasi penting, karena kebutuhan kita ke depan. Masyarakat yang sudah maju pola berpikirnya, membutuhkan orang-orang yang hali dibidangnya. Penyaluran pendidikan sesuai dengan minat akan membantu peningkatan kualitas belajar yang pada akhirnya menunjang kualitas kerja mereka.

D3. Sumber Daya Manusia
            Dunia pendidikan kesehatan di Indonesia masih “miskin” dengan SDM, khusunya keperawatan. Meski kita boleh leg karena program S2 keperawatan sudah mulai marak. Di daerah-daerah provinsi, meski artikel ini tidak dapat menyajikan data statistic jumlah dosen program S1 Keperawatan, sebagian besar masih didominasi oleh penyandang S1.

D4. Ekonomi
            Gaji Healthcare Professionals di Indonesia masih sangat rendah. Kecilnya penghasilan ini bukan hanya lantaran pendidikan mereka juga masih sangat rendah. Penelitian membuktikan bahwa besaran penghasilan erat kaitannya dengan kepuasan kerja (David et al.online, 2004). Penghasilan yang sesuai akan berdampak pula terhadap kualitas pekerjaan. Gaji yang memadai akan meningkatkan motivasi kerja. Kondisi yang kontradiktif berdampak negative pada banyak healthcare professional di Indonesia. Tidak memperoleh penghasilan layak membuat mereka secara ekonomi pailit. Ditambah krisis pelonjakan harga barang-barang, kenaikan harga minyak dan gas. Sebuah kebijakan ekonomi yang perlu ditinjau ulang.
           
D5. Hukum
            UU Nomor 23 tahun 1992 pasal 53 menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Dalam pasal yang sama juga disebutkan bahwa tenaga kesehatan berkewajiban mematuhi standart profesi dan menghormati hak pasien. Pasal-pasal tersebut masih diperkuat lagi dengan Keputusan MenKes No.1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Regristrasi dan Praktik Perawat.
            Keperawatan membutuhkan status yang jelas di mata hukum, bukan hanya di hukum kalau kalah saja. Mereka butuh kejelasan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Dikehendaki legalisasi penjabaran tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan kode etik.

D6. Sosial
            Angkatan kerja yang menganggur di Indonesia saat ini melebihi standart International Labour Organization ( ILO . Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 masih terus berlanjut hingga detik ini. Imbasnya meluas ke berbagai sektor, tidak terkecuali kesehatan. Ironisnya, bertambahnya jumlah lulusan yang tidak diimbangi dengan kesempatan kerja yang tersedia saat ini akan menimbulkan dampak social yang tidak ringan. Mulai dari perpindahan tenaga professional yang mestinya terhitung skilled ke non skilled, hingga peningkatan jumlah kriminalitas yang dikaitkan dengan pengangguran.

D.7 Politik
             Kemiskinan akan jumlah tenaga ahli nursing ini sebagai momok utama mengapa kita tidak “dipercaya’ untuk memimpin sebuah divisi pun dalam jajaran Kementerian Kesehatan. Minimnya jumlah pejabat eselon kita di tingkat atas pula yang mengakibatkan lemahnya “lobi” kita ke Pemerintah, dalam ini DPR. Sehingga segala sesuatu yang terkait dengan keperawatan dianggap urgensinya kurang.

E.      Potensi
Terlepas dari segala bentuk kekurangan serta besarnya tantangan dalam profesi keperawatan/bidan, professionals di bidang ini memiliki kekuatan yang sangat potensial jika dikembangkan. Di antaranya adalah mampu bekerja di area sebagai berikut antara lain ; dosen, trainer, konsultan, employment agent, mendirikan Yayasan /Lembaga Pendidikan/Poliklinik Kesehatan/ Wirausaha, Businessman.

F.      Kesimpulan
Hambatan yang menghadang di depan profesi kita membentang begitu luas dan merembet ke seluruh lini kehidupan. Dari segi pendidikan, biaya yang mahal. Dari segi ekonomi, sudah cukup kita melarat. Dari segi social, terancam pembengkakan pengangguran. Dari segi hukum, tidak memperoleh perlakuan yang semestinya. Dari segi social terancam pembengkakan pengangguran. Dari segi hukum, tidak memperoleh perlakuan yang semestinya. Dari segi politik, diam membisu.
Namun kalau dilihat dari pengalaman 30 tahun lalu, saat ini kita sedikit bernafas lega. Pembenahan di berbagai segi kehidupan mulai diseriusi. Hanya saja, aspek politik dan hukum layak menapat prioritas. Inilah tantangan terbesar kita. Kekuatan politik dan hukum ini jika dimiliki perawat/bidan, akan mampu mendongkrak status mereka secara otomatis dari keterbelakangan pendidikan, status social serta ekonomi. Kita membutuhkan lobi yang kuat di sektor pemerintahan.
Kita akui masih banyak kemungkinan lain yang bisa dikerjakan oleh perawat/bidan di Indonesia dari kompetisi yang dimilikinya. Oleh sebab itu, kesempatan kerja mestinya jangan berfokus pada klinik, rumah sakit, balai pengobatan atau puskesmas saja/ menempatkan nilai profesi di atas segalanya itu memang ideal. Namun yang lebih ideal lagi adalah bagaimana agar lulusan pendidikan keperawatan/kebidanan bisa mendapatkan pekerjaan.
Kami, pendidik, professional atau masyarakat barangkali biasanya hanya mengkritik jika anda semua tidak bekerja sesuai profesi. Tetapi hidup dan masa depan adalah milik anda.


“Argumentasi yang saya sampaikan disini jauh dari ilmiah. Terkadang kita memang perlu fleksibel, artinya, tidak harus selalu memperlakukan profesi ini secara ilmiah. Yang ingin saya garis bawahi mengakhiri prsentasi saya adalah, janganlah ditambah jumlah pengangguran di negeri ini!” tutup beliau mengakhiri seminar pada hari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar