HEALTHCARE
PROFESSIONALS
Potency & Business Prospective
Lawang,
24 April 2012,
digelar Seminar dengan tema “Healthcare Professionals, Potency and Business
Prospective” bagi Staff Keperawatan di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Seminar tersebut diadakan di Ruang Arjuno RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang, dihadiri kurang lebih 104 peserta diantaranya seluruh Kepala Ruang dan
staff, Mahasiswa Praktek dari Poltekes Lawang, ITSME serta Ketua PPNI dan staff.
Dan sebagai pembicara utama adalah Syaifoel Hardy, MN, Post Grad. Dipl. HHM.
Occupatoinal Health Chief Nurse, Qatar Petroleum, Trainer, Writer, Motivator,
Guest Lecturer, CEO Indonesian Nursing Trainers.
Acara dibuka oleh
Zainal Mutaqin, S.Kep,MM selaku Kepala Bidang Keperawatan, disambut oleh
Ketua PPNI, Kawit Andaryaniwati, SST , setelah itu disampaikan materi seminar oleh
Syaifoel Hardy, MN, Post Grad. Dipl. HHM.
dari kiri : Kawit Andaryaniwati, SST, Zainal Mutaqin, S.Kep,MM, Syaifoel Hardy, MN, Post Grad. Dipl. HHM. |
Berikut materi seminar “Healthcare
Professionals, Potency and Business Prospective” yang diselenggarakan oleh PPNI
RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang ;
A. Latar Belakang
Minat
keperawatan dalam empat tahun terakhir di Qatar atau Kuwait yang ingin
meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi sangat terasa. Trend yang
sama juga terjadi pula di Kuwait. Bedanya, Indonesian Nurses Association in
Kuwait ( INNA-K ) mengadakan kerjasama dengan Universitas Padjajaran ( UNPAD )
Bandung, untuk program S1, D1 Qatar, mereka bekerjasama dengan Universitas
Muhammadiyah Semarang ( UNIMUS ).
Kita semua
setuju dengan pendapat bahwa Perawat Indonesia yang tinggal dan bekerja di luar
negeri adalah perawat pilihan. Setidaknya dari proses rekrutmen pertama, yaitu
tes tulis dan wawancara dalam bahasa Inggris, belum lagi penyaringan
berdasarkan spesialisasi. Orang-orang yang “tersaring” bias dikatakan mereka
memiliki kualitas yang berbeda. Beberapa aspek tersebut antara lain bahasa,
kemampuan adaptasi di tengah masyarakat multi cultural, ketahanan psiko social,
serta penguasaan terhadap penggunaan alat-alat tertentu sesuai dengan keahlian
dan spesialisasi masing-masing.
Dua puluh
tahun silam, lapangan kerja masih lapang. Healthcare Professionals merasa
begitu mudah mendapatkan pekerjaan. Dengan ijazah setingkat SLTA saja waktu
itu, banyak yang mendapat pekerjaan di sector pemerintahan, dengan pangkat
golongan II/A.
Kini jaman
sudah berubah. Kemampuan pemerintah mengangkat lulusan pendidikan tenaga
kesehatan nyaris 0%. Lantas bagaimana dengan lulusan Healthcare professionals
yang jumlahnya puluhan ribu tenaga perawat yang menyebar di tanah air dan
dipastikan akan meningkat setiap tahunnya? Seberapa jauh mereka dipersiapkan
dalam menghadapi era kompetisi yang tinggi? Bagaimana jiak tidak memperoleh
lapangan pekerjaan di Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit atau Balai Kesehatan
lainnya?
Seminar ini
bermaksud menganalisa potensi mereka yang mengenyam pendidikan dalam ruang
lingkup sektor pendidikan serta kemungkinan pengembangannya, tidak terkecuali
dari segi bisnis.
B. General
UU Sisdiknas
No.20 tahun 2003, pasal 4 ayat 1 : Pendidikan Nasional bertujuan membentuk
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan
berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Selanjutnya dalam
UU yang sama pada Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, pasal 15
berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum kejuruan, akademik,
profesi, advokasi, keagamaan dan khusus (http://www.inherent-dikti.net).
Hal tersebut
berarti bahwa keperawatan / bidan sebagai bagian dari pendidikan profesi,
berilmu, berbudi mulia, berakhlak, bertanggung jawab, berketuhanan, sudah semestinya
mendapatkan perlakuan serupa dengan profesi-profesi lain dalam perolehan
pendidikan ini.
Kenyataannya
tidak demikian di Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan baru muncul pada tahun
1985 di Universitas Indonesia (www.fk.ui.edu). Itupun
mendompleng statusnya pada fakultas lain. Jika dibandingkan dengan fakultas
kedokteran, farmasi, gizi, kesehatan masyarakat, tekhnik, pertanian, pendidikan
dll, keperawatan boleh dikatakan ketinggalan dan “ditinggalkan”. Jangankan untuk
jenjang pendidikan S2 yang baru muncul awal tahun 1999 (www.fk.ui.edu). Padahal program kesehatan non keperawatan lainnya sudah maju
pesat. S1 bagi keperawatan masih langka dan mewah.
Mutu
pendidikan kita menurut Human Development Report (UNDP,2011) berada di urutan
124 dari 187 negara. Jauh dibawah Singapore (26), Filipina (112), Thailand
(103), Malaysia (61), Brunei (33).
C. Minimum Competency
Ada tiga hal
penting yang layaknya dimiliki oleh Indonesian Healthcare Professionals. Tiga
aspek tersebut mencakup aspek transcultural aspek, aspek training, serta
multilanguage skills.
D. Identifikasi Masalah
D1. Tekhnologi Informasi
Kita ketahui
bersama bahwa saat ini era informasi, dimana ketersediaan sarana pembelajaran yang
mengarah pada penyelenggaraan pendidikan berbasis teknologi komunikasi dan
informasi ( Information and Communications Tekhnology / ICT )sangat vital
peranannya. Media internet, menjadi satu-satunya sumber perkembangan ilmu
pengetahuan dan terapan yang paling
efektif. ICT bias menjadi syarat utama
dalam mewujudkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Di Indonesia, dari sekin ribu
perguruan tinggi yang ada, hanya terdapat 123 universitas yang memiliki
fasilitas url ( Uniform Resource Locators
). Kepemilikan URL sangat penting sebagai salah satu sarana kelangsungan
belajar mengajar. Terutama online learning. Tanpa URL, calon mahasiswa tidak
akan mengetahui portal perguruan tinggi tempat mereka akan belajar nanti. URL
bisa memberikan informasi tentang berbagai hal utama yang dikendaki calon
mahasiswa, mulai dari alamat, status perguruan tinggi, fasilitas yang dimiliki,
jurusan, contact persons, hingga mata kuliah yang akan dipelajari.
D2. Spesialisasi
Spesialisasi
penting, karena kebutuhan kita ke depan. Masyarakat yang sudah maju pola
berpikirnya, membutuhkan orang-orang yang hali dibidangnya. Penyaluran
pendidikan sesuai dengan minat akan membantu peningkatan kualitas belajar yang
pada akhirnya menunjang kualitas kerja mereka.
D3. Sumber Daya Manusia
Dunia
pendidikan kesehatan di Indonesia masih “miskin” dengan SDM, khusunya
keperawatan. Meski kita boleh leg karena program S2 keperawatan sudah mulai
marak. Di daerah-daerah provinsi, meski artikel ini tidak dapat menyajikan data
statistic jumlah dosen program S1 Keperawatan, sebagian besar masih didominasi
oleh penyandang S1.
D4. Ekonomi
Gaji
Healthcare Professionals di Indonesia masih sangat rendah. Kecilnya penghasilan
ini bukan hanya lantaran pendidikan mereka juga masih sangat rendah. Penelitian
membuktikan bahwa besaran penghasilan erat kaitannya dengan kepuasan kerja
(David et al.online, 2004). Penghasilan yang sesuai akan berdampak pula
terhadap kualitas pekerjaan. Gaji yang memadai akan meningkatkan motivasi
kerja. Kondisi yang kontradiktif berdampak negative pada banyak healthcare
professional di Indonesia. Tidak memperoleh penghasilan layak membuat mereka
secara ekonomi pailit. Ditambah krisis pelonjakan harga barang-barang, kenaikan
harga minyak dan gas. Sebuah kebijakan ekonomi yang perlu ditinjau ulang.
D5. Hukum
UU Nomor 23 tahun 1992 pasal 53
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Dalam pasal yang sama juga
disebutkan bahwa tenaga kesehatan berkewajiban mematuhi standart profesi dan
menghormati hak pasien. Pasal-pasal tersebut masih diperkuat lagi dengan
Keputusan MenKes No.1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Regristrasi dan Praktik
Perawat.
Keperawatan membutuhkan status yang
jelas di mata hukum, bukan hanya di hukum kalau kalah saja. Mereka butuh
kejelasan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Dikehendaki legalisasi
penjabaran tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan kode etik.
D6. Sosial
Angkatan kerja yang menganggur di
Indonesia saat ini melebihi standart International Labour Organization ( ILO .
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 masih terus berlanjut
hingga detik ini. Imbasnya meluas ke berbagai sektor, tidak terkecuali
kesehatan. Ironisnya, bertambahnya jumlah lulusan yang tidak diimbangi dengan
kesempatan kerja yang tersedia saat ini akan menimbulkan dampak social yang
tidak ringan. Mulai dari perpindahan tenaga professional yang mestinya
terhitung skilled ke non skilled, hingga peningkatan jumlah kriminalitas yang
dikaitkan dengan pengangguran.
D.7 Politik
Kemiskinan akan jumlah tenaga ahli nursing ini
sebagai momok utama mengapa kita tidak “dipercaya’ untuk memimpin sebuah divisi
pun dalam jajaran Kementerian Kesehatan. Minimnya jumlah pejabat eselon kita di
tingkat atas pula yang mengakibatkan lemahnya “lobi” kita ke Pemerintah, dalam
ini DPR. Sehingga segala sesuatu yang terkait dengan keperawatan dianggap
urgensinya kurang.
E. Potensi
Terlepas
dari segala bentuk kekurangan serta besarnya tantangan dalam profesi
keperawatan/bidan, professionals di bidang ini memiliki kekuatan yang sangat
potensial jika dikembangkan. Di antaranya adalah mampu bekerja di area sebagai
berikut antara lain ; dosen, trainer, konsultan, employment agent, mendirikan
Yayasan /Lembaga Pendidikan/Poliklinik Kesehatan/ Wirausaha, Businessman.
F.
Kesimpulan
Hambatan
yang menghadang di depan profesi kita membentang begitu luas dan merembet ke
seluruh lini kehidupan. Dari segi pendidikan, biaya yang mahal. Dari segi
ekonomi, sudah cukup kita melarat. Dari segi social, terancam pembengkakan
pengangguran. Dari segi hukum, tidak memperoleh perlakuan yang semestinya. Dari
segi social terancam pembengkakan pengangguran. Dari segi hukum, tidak memperoleh
perlakuan yang semestinya. Dari segi politik, diam membisu.
Namun kalau
dilihat dari pengalaman 30 tahun lalu, saat ini kita sedikit bernafas lega.
Pembenahan di berbagai segi kehidupan mulai diseriusi. Hanya saja, aspek
politik dan hukum layak menapat prioritas. Inilah tantangan terbesar kita.
Kekuatan politik dan hukum ini jika dimiliki perawat/bidan, akan mampu
mendongkrak status mereka secara otomatis dari keterbelakangan pendidikan,
status social serta ekonomi. Kita membutuhkan lobi yang kuat di sektor
pemerintahan.
Kita akui
masih banyak kemungkinan lain yang bisa dikerjakan oleh perawat/bidan di
Indonesia dari kompetisi yang dimilikinya. Oleh sebab itu, kesempatan kerja
mestinya jangan berfokus pada klinik, rumah sakit, balai pengobatan atau puskesmas
saja/ menempatkan nilai profesi di atas segalanya itu memang ideal. Namun yang
lebih ideal lagi adalah bagaimana agar lulusan pendidikan keperawatan/kebidanan
bisa mendapatkan pekerjaan.
Kami,
pendidik, professional atau masyarakat barangkali biasanya hanya mengkritik jika
anda semua tidak bekerja sesuai profesi. Tetapi hidup dan masa depan adalah
milik anda.
“Argumentasi
yang saya sampaikan disini jauh dari ilmiah. Terkadang kita memang perlu
fleksibel, artinya, tidak harus selalu memperlakukan profesi ini secara ilmiah.
Yang ingin saya garis bawahi mengakhiri prsentasi saya adalah, janganlah
ditambah jumlah pengangguran di negeri ini!” tutup beliau mengakhiri seminar
pada hari itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar